Pada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat sederhana. Dan karena kesederhanaan berpikir ini seorang pencuri yang telah berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya tidak sudi menyerah.
          Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi tidak berhasil menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri bersedia mengembalikan.


          Tanpa pikir panjang Abu Nawas memutuskan untuk menjual keledai kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan Abu Nawas satu-satunya. Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Tetapi keluarga Abu Nawas amat membutuhkan uang. Dan istrinya setuju.
          Keesokan harinya Abu Nawas membawa keledai ke pasar. Abu Nawas tidak tahu kalau ada sekelompok pencuri yang terdiri dari empat orang telah mengetahui keadaan dan rencana Abu Nawas. Mereka sepakat akan memperdaya Abu Nawas. Rencana pun mulai mereka susun.


          Kawan-kawan Abu Nawas merencanakan akan mengadakan perjalanan wisata ke hutan. Tetapi tanpa keikutsertaan Abu Nawas perjalanan akan terasa membosankan. Sehingga mereka beramai-ramai pergi ke rumah Abu Nawas untuk mengajaknya ikut serta. Abu Nawas tidak keberatan.
          Mereka berangkat dengan mengendarai keledai masing-masing sambil bercengkrama. Tak terasa mereka telah menempuh hampir separo perjalanan. Kini mereka tiba di pertigaan jalan yang jauh dari perumahan penduduk. Mereka berhenti karena mereka ragu-ragu.


          Secara tak terduga Pangeran yang menjadi putra mahkota jatuh sakit. Sudah banyak tabib yang didatangkan untuk memeriksa dan mengobati tapi tak seorang pun mampu menyembuhkannya. Akhirnya Raja mengadakan sayembara.
          Sayembara boleh diikuti oleh rakyat dari semua lapisan. Tidak terkecuali oleh para penduduk negeri tetangga. Sayembara yang menyediakan hadiah menggiurkan itu dalam waktu beberapa hari berhasil menyerap ratusan peserta. Namun tak satu pun dari mereka yang berhasil mengobati penyakit sang pangeran.


Suatu hari Abu Nawas dipanggil Baginda.
"Abu Nawas." kata Baginda Raja Harun Al Rasyid memulai pembicaraan.
"Daulat Paduka yang mulia." kata Abu Nawas penuh takzim.
          "Aku harus berterus terang kepadamu bahwa kali ini engkau kupanggil bukan untuk kupermainkan atau kuperangkap. Tetapi aku benar-benar memerlukan bantuanmu." kata Baginda bersungguh-sungguh.
          "Gerangan apakah yang bisa hamba lakukan untuk Paduka yang mulia?" Tanya Abu Nawas.


          Sudah bertahun-tahun Baginda Raja Harun Al Rasyid ingin mengalahkan Abu Nawas. Namun perangkap-perangkap yang selama ini dibuat semua bisa diatasi dengan cara-cara yang cemerlang oleh Abu Nawas. Baginda Raja tidak putus asa. Masih ada puluhan jaring muslihat untuk menjerat Abu Nawas.


          Sudah lama Abu Nawas tidak dipanggil ke istana untuk menghadap Baginda. Abu Nawas juga sudah lama tidak muncul di kedai teh. Kawan-kawan Abu Nawas banyak yang merasa kurang bergairah tanpa kehadiran Abu Nawas. Tentu saja keadaan kedai tak semarak karena Abu Nawas si pemicu tawa tidak ada.




          Pada suatu sore ketika Abu Nawas ke warung teh kawan-kawannya sudah berada di situ. Mereka memang sengaja sedang menunggu Abu Nawas.

"Nah ini Abu Nawas datang." kata salah seorang dari mereka.

"Ada apa?" kata Abu Nawas sambil memesan secangkir teh hangat.

;;
free counters