Kancil baru saja lepas dari bahaya maut. Para buaya yang memakannya telah ditipu mentah-mentah. Kancil kini bisa berjalan dengan santai.
            Perutnya mulai terasa lapar karena seharian dipakai untuk berlari dan berjalan guna menyelamatkan diri. Kini ia berjalan-jalan di tepi hutan.
            Tapi… Hup ! Ada macan lapar datang menghadangnya.
            “Cil ! Aku sudah tiga hari tidak makan daging….!” Kata Pak Macan dengan liur menetes, ia sudah ingin sekali menyantap daging Kancil.
            “Mau memakanku? Siapa takut? Boleh saja!” kata Kancil tanpa beban dan rasa takut.
            “Betulkah Cil? Kau mau kumakan?” tanya Macan dengan girang dan mata berbinar.
            “Aku maklum, aku kan hewan kecil, mau menolak juga tidak bisa, tapi….”
            “Kenapa Cil…?
            “Sebelum aku mati, ijinkan aku minta satu hal.”
            “Apa itu Cil?”
            “Biarkan aku mencari makanan sebentar saja di dekitar sini, aku akan makan daun atau apa saja, syukur kalau ada mentimun.”
            “Baiklah Cil permintaan terakhirmu kukabulkan.”
            “Terima kasih Macan yang baik, sekarang tolong pejamkan matamu barang sebentar.”
            “Lho? Kok pakai pejam mata segala Cil?”
            “Iya Can, seperti main petak umpet, toh aku tak bisa lari terlalu jauh darimu.”
            “Baiklah, Cil! Kupejamkan mataku.”
            Lalu Kancil berlari sekuat tenaganya.
            “Sudah Cil?”
            “Beluuuum…..!”
            “Sudah Cil?” tanya macan sekali lagi
            “BEluuuuuuuum!” jawab Kancil dengan suara seperti sayup-sayup agaknya dia sudah berada di kejauhan.
            “Sudah Cil?”
            Kini Kancil tidak menjawab lagi. Macan segera membuka matanya.
            “Wauw…! Kemana Kancil? Jangan-jangan dia menipuku.”
            Macan terus berusaha mencari ke sana ke mari, namun sudah sekian lama tidak ia temukan si Kancil.
            “Bodohnya aku…!” geram si macan.
            “Mestinya aku tak usah menuruti omongan kanci, seharusnya behitu ketemu langsung kumakan saja. Awas kau Cil !”
            Sementara itu Kancil terus berjalan dan mencarai persembunyian yang aman.
            Sesekali ia menoleh ke belakang, takut kalau-kalau macan sudah berlari kencang datang mengejarnya.
            “Mudah-mudahan Macan sakit perut, sakit gigi, tertusuk duri atau dimakan setan sehingga tak bisa mengejarku,” gerutu Kancil sambil terus berjalan cepat.
            Karena sering menoleh ke belakang ia kurang waspada terhadap situasi yang ada di depannya.
            “Hup! Aduh, hampir saja aku menabrak ular yang sedang tidur ini.” Kata Kancil sembari menahan langkahnya.
            Kancil istirahat tak jauh dari si ular yang sedang tidur sembari mencari akal.
            “Cepat atau lambat Macan itu pasti segera menemukanku, lalu apa akalku agar lolos dari ancaman maut ini?”
            Saat itu hari semakin siang, Macan semakin kelaparan.
            “Grrrr….! Kancil kurang ajar! Sembunyi di manapun kau pasti dapat kutemukan, aku bisa mencium bau keringatmu dari kejauhan.”
            Tak berapa lama kemudian….
            “Nah ! Ini dia..! kata Macan dengan girang setelah menemukan Kancil.
            “Sssst !” desis Kancil lirih, jangan bicara keras-keras, Can…”
            “Mau apa lagi? Mau menipuku?”
            “Tidak! Tenang sajalah dulu!” sahut Kancil dengan enteng.
            “Usus dalam perutku sudah meronta-ronta, aku sudah suangaaat luapaaar, Cil! Sudahlah relakan dirimu kumakan.”
            “Sabar, aku duduk disini sebenarnya sedang bertugas, aku diperintahkan Baginda Nabi Sulaiman.”
            “Jangan ngaco! Apa tugasmu?”
            “Mari ikut aku,” kata Kancil sembari mengajak Macan mendekati si Ular yang sedang tidur.
            Sepintas ular itu terlihat seperti sabuk yang digulung rapi.
            “Cil ini kan Ular?”
            “Wah, bodohnya kau ini. Ini buakn ular hidup. Ini adalah sabuknya Baginda Nabi Sulaiman, penguasa para binatang. Siapa yang memakai sabuk ini maka dia akan ditakuti seluruh binatang di dunia ini.
            “Boleh kucoba Cil?”
            “Jangan..!”
            “Kalau tidak boleh aku akan langsung kumakan.”
            “Ba…Baiklah kalau begitu.”
            Macan segera menjulurkan lidah dan lehernya, ia bermaksud mengelus-ngelus sabuk itu sebelum ia memakainya.
            “Hem…halus juga sabuk ini…”desah Macan sambil terus menjilati benda yang dianggapnya sabuk itu.
            Tapi…
            “Macan kurang ajar!” tiba-tiba si Ular terbangun dari tidurnya.
            “Beraninya kau mengganggu waktu istirahatku.”
            Secepat kilat Ular besar itu membelit tubuh Macan dan menggigitnya di sana – sini.
            Macan tak mau kalah ia juga balas menggigit perut Ular dan mencakar-cakar tubuh Ular itu, keduanya bertarung seru dalam waktu yang lama.
            “Hihihihiiii…!” kancil tertawa.
            “Aku tak mau tahu siapa yang akan menang dan bertahan hidup, lebih baik aku segera menyingkir jauh-jauh dari tempat ini. Selamat tinggal Macan yang bodoh.”
oo000oo

0 Comments:

Post a Comment



free counters